header ads

[West-Movie Review] The Pyramid (2014)

"The Pyramid (2014)" movie review by Kinudang Bagaskoro
Jadi, pada hari itu rencananya gak mau nonton film ini, tapi film yang lain lagi. Berhubung film yang mau saya tonton tiba-tiba pindah jam tayang, akhirnya pilihan saya jatuh di film ini. Kenapa film ini? Karena tertera nama Alexandre Aja sebagai produser dan tentu saja ini genre favorit saya, HOROR!

Dan jangan lupakan found footage alias mockumentary-nya ....

Film ini dibuka dengan keterangan mengenai tim arkeolog yang menemukan piramida baru, di mana piramida baru ini hanya memiliki 3 sisi dan terkubur dalam sekali di bawah gurun Kairo, Mesir. Tak lama kemudian, tim dokumentasi—yang terdiri dari Sunni dan Fitzie—telah datang dari Amerika menuju Mesir untuk meliput kegiatan tim arkeolog. Pada saat tersebut, keadaan Mesir sedang dalam hiruk pikuknya dan sangat membahayakan, bahkan mobil tim dokumentasi dilempari batu. Sesampainya mereka di lokasi penggalian, mereka bertemu dengan tim arkeolog yang terdiri dari: Zahir, Nora, dan Miles. Tak lama kemudian, tim arkeolog mendapat berita bahwa penggali telah berhasil menemukan pintunya dan menjebolnya. Atas dasar keingin-tahuan, mereka memasukkan robot bernama Shorty masuk ke dalam piramida, tetapi tiba-tiba Shorty terlempar dan mereka terputus. Akhirnya, tim arkeolog dan tim dokumentasi memutuskan masuk ke dalam piramida, dan seharusnya mereka tahu dari awal bahwa keputusan itu ialah keputusan yang salah besar.

THEY WHO LIFE IN THE PYRAMID
Di poin pertama ini, saya akan membahas tentang ‘monster’nya. Secara efek CGI-nya sih bagus, meski beberapa ada yang masih kaku dan berasa tempelan, saya cuman gak suka bentuknya aja sih, soalnya beda dengan ‘lukisannya’. Untuk bentuk piramida 3 sisi ini lumayan unik, karena menandakan ada yang salah dibalik piramida ini, entah di luar ataupun dalamnya.




STORY
Secara cerita, film ini memiliki ide yang sangat fresh form the oven, sang sutradara benar-benar menawarkan ‘angin segar’ di dalam dunia perfilman ber-genre horor. Meski film ini harus didahului oleh film As Above So Below (2014) yang memiliki konsep sama, toh, harus diakui bahwa sepanjang tahun 2014 jarang ada film yang rilis dengan menawarkan cerita beberapa orang yang terjebak di suatu tempat.  Perfecto!

Namun nih, saya menemukan adanya plothole dalam film ini yang apabila saya bahas di sini, takutnya malah spoiler. Kemudian keberadaan simbol 'Tarekat Mason Bebas' di 'sesuatu' yang sebenarnya gak ada hubungannya dengan piramida tersebut. Beda cerita kalau nanti direncanakan akan rilis prequel-nya dan keseluruhan plothole akan terjawab, tapi toh, kabar baiknya saya gak menemukan informasi akan adanya prequel film ini.




SINEMATOGRAFI & SCORING
Yang menarik dalam ‘pengelupasan’ film horor adalah 2 bagian penting ini. Secara sinematografi, film ini berhasil menawarkan—lagi—‘angin segar’ dalam dunia per-mockumentary-an, gerakan kamera yang ‘goyangannya’ pas dan dark-nya itu berasa banget. Namun saya dibuat kecewa karena mockumentary-nya hanya 40% saja, tentunya ini berbeda sekali dengan ekspektasi saya saat menonton trailernya yang 100% mockumentary.

Untuk scoring, saya rasa terlalu lebay dan ‘salah letak’. Seharusnya saat adegan mockumentary gak usah pakai scoring, why? Karena keadaan kamera saat mocku jika disertai dengan scoring akan membuat penonton bisa bersiap-siap/mawas diri dengan jumpscare yang pasti sebentar lagi datang.

“Nah lo, pasti bentar lagi setannya keluar, aduh! Jaket mana jaket?!” Atau,
“Nah lo, pasti bentar lagi setannya keluar, aduh! Beb aku takut beb!” Sambil sembunyi di balik lengan pacar, atau bahkan lebih parah lagi,
“Nah lo, pasti bentar lagi setannya keluar, aduh! Pacar mana pacar?!”

Nah, kaya gitu penggambarannya. Namun, masih ada beberapa scoring yang berasa kok!


JUMPSCARE
Bukan film horor namanya kalau gak ada adegan ‘olahraga jantung’. Di film ini, jumpscare-nya so original dan tidak tertebak, so twisty! Magnifique! Beda-nya 'kejutan' di film ini ialah 'kejutan' yang penuh darah, so bloody! Hingga film ini sendiri diberi rating R (Restricted) alias D (Dewasa) kalau di Indonesia. Akhir kata! Kita patut berterima kasih kepada LSF karena sensornya sedikit banget, gak jauh-jauh beda saat Evil Dead (2013) rilis di Indonesia.


Memorable Quote:
Sayangnya, saking lebaynya scoring di film ini, saya tidak sempat menangkap apa perkataan yang paling memorable dan straight right in the kokoro.

Memorable Scene:
Ketika ‘mereka yang hidup di dalam piramida’ mengambil jantung ayahnya Nora—Miles—dengan cara yang tidak terpikirkan. Epic and Bloody!

NB: Film ini bagus banget buat tontonan, tapi untuk tontonan kesekian, mungkin saya akan berpikir sekali lagi. Tapi, sekali lagi, good job buat Gregory Levasseur yang ternyata sudah melahirkan banyak film horor berkualitas! Doi ini ternyata sering 'duet' dengan Alexandre Aja di banyak filmnya! Sebut saja lah: Haute Tension (2003), The Hills Have Eyes (2006), P2 (2007), Mirrors (2008), Piranha 3D (2010), dan Maniac (2012). Jadi, kamu gak bakalan terlalu kecewa dengan film ini.

Rating : 7/10

Posting Komentar

0 Komentar