Berita tentang remake film ini bener-bener ngebangkitin ingetan gue di masa kecil. Gimana nggak? Gue dulu termasuk salah satu fans berat karakter komik ini. Gue inget banget waktu itu nonton di TV "RoboCop (1987)", "RoboCop 2 (1990)", dan "RoboCop 3 (1993)" pas masih duduk di bangku TK atau SD. Satu karakter villain yang jadi favorit gue adalah robot ED-209, yang bentuknya gede dengan kepala gepeng, dilengkapin dua gatling gun di tangan kiri dan kanannya. Bentuk kakinya mirip kaki ayam. Gue sampe punya action figure-nya, tapi sekarang nggak tau deh ada ke mana.
Ok, back to this film! Jadi, ceritanya--ternyata--gue nggak terlalu bernafsu menyambut remake yang satu ini. Ada beberapa alasan yang awalnya bikin gue sedikit illfeel. Pertama, armor si RoboCop jauh beda dari versi terdahulu; kedua, warnanya hitam, jadi pas ngeliat tokoh ini sekilas, kesannya kayak ngeliat tokoh pahlawan baru, bukan RoboCop yang gue kenal, yang menghiasi imajinasi gue di masa kecil. Buktinya, gue baru nonton film ini beberapa waktu lalu di DVD. Yap, saking skeptisnya gue sama film yang satu ini bikin males buang-buang fulus nonton di bioskop. Gak apa-apa deh, ya~ :D
RoboCop remake ini masih menceritakan tentang police officer bernama Alex Murphy. Polisi yang jujur dan tegas dalam menegakkan hukum. Nah, tapi baru awal film aja gue langsung ngerasa agak jengah (sorry banget gue nggak bisa lepas sama film original-nya). Entah maksudnya mau refreshing inti cerita dan penokohan biar nggak ketinggalan jaman atau bagaimana, pemeran Murphy di sini terlalu muda, tinggi, dan terkesan urakan. Padahal, seinget gue doi itu selalu berseragam polisi pas bertugas, bukan polisi preman berbaju bebas, terus juga sifatnya nggak bengal dan urakan, melainkan sabar dan bijaksana, rela berkorban demi teman juga. Tapi, sayangnya karakter khas tersebut nggak ada pada Murphy yang sekarang.
Sepanjang film berjalan, sebenernya gue mesti memuji cinematography yang apik pas adegan baku tembak, gue lumayan menikmatinya walau minim banget keterlibatan darah yang berceceran. Tapi, lagi-lagi gue mesti dibuat kesel sama adegan Murphy yang kena bom pas buka pintu mobil di depan rumahnya. Di versi original menurut gue lebih baik dan bisa membangun karakter yang lebih kuat lagi bagi Murphy. Versi original-nya menunjukkan kalo Murphy itu sekarat dengan cara yang mengenaskan bin sadis. Ditembakin satu persatu alat geraknya sampe putus. Tangannya, kakinya, sampe akhirnya setengah badannya. Memang sih yang versi terdahulu lebih ada kesan gore ketimbang yang sekarang. Pastilah alasannya karena pengen melebarkan jangkauan pasar biar bisa dinikmati sama semua umur. Tapi, ya gitu jadinya kurang greget dan intense.
Kekurangan lain yang gue rasain pas nonton film ini adalah cerita yang agak berkabut (maksudnya agak nggak jelas tujuannya), yang mana film soal pahlawan biasanya selalu ada villain yang paling kuat untuk dikalahkan. Di sini? Well, sama sekali nggak jelas. Target Murphy berubah-ubah, mulai dari mengejar penjahat kacangan, penjahat yang bertanggung jawab atas pengeboman mobilnya, hingga akhirnya bertentangan dengan kubu Omnicorp sendiri. Alih-alih penuh dengan adegan aksi, malah dipenuhi sama drama berlebihan mengenai bentrok antara sisi kemanusiaan Murphy dengan lingkungan sekitarnya. Pro-kontra masalah hukum robot, pelatihan kemampuan Murphy sebagai RoboCop, dan lain-lain sebagainya.
Intinya sih banyak hal yang nggak sesuai sama ekspektasi awal gue. What the hell with that bare right hand? kenapa cuma tangan kanan yang disisakan? Apa maksudnya biar lebih mudah nge-grip handgun? Kalo itu alasannya, konyol juga sih karena bikin si RoboCop terkesan bukan robot, tapi kayak Iron Man, manusia pakai baju robot. Ada satu adegan yang mana Murphy meminta diperlihatkan seperti apa dirinya tanpa armor, hasilnya sangat disturbing. Liat aja sendiri deh kayak gimana adegannya! Kalo jadi istrinya Murphy, gue bakal lebih milih merelakan dia tiada daripada tetep idup tapi menderita. Kasian dia jadi galau akut. Eh, tapi eike 'kan cowok, Bo!
Suatu peningkatan yang mungkin bisa gue bilang sebagai hal positif adalah bentuk armor yang dibentuk lebih slim fit, kecepatan gerak yang meningkat, dan kemampuan lari sampe lompat tinggi. Tapi, justru dengan peningkatan kemampuan itu, harusnya si pembuat cerita menyiapkan musuh yang juga sesuai. Ini nggak, jadinya berasa sia-sia aja kecanggihan RoboCop. By the way, instead of that black futuristic armor, gue lebih demen liat versi modifikasi dari armor lamanya yang warna silver. Lebih pas!
Oke, mungkin penulis bermaksud fokus sama pendalaman karakter Murphy di sini, sedangkan masalah super-villain baru bakal dimunculin pada sequel-nya. Yah, berharap aja deh. Tapi, dari rating yang mungkin didapat film ini, juga dari banyaknya kritik negatif di dunia maya, gue pesimis film ini bakal dapet sequel. Jangan-jangan nasibnya kayak "The Last Airbender" yang menghilang gitu aja dari peredaran, padahal ending-nya bener-bener dibuat bersambung.
Akhir kata, keputusan gue bener-bener tepat nggak nonton film ini di bioskop. Sebaiknya juga nggak perlu buang-buang waktu untuk nonton ini karena bakal menyakiti hati penggemar berat Murphy versi original seperti gue. :'(
My favorite scene:
Ketika Murphy lari dari dalam laboratorium terus ngelompatin dinding tinggi dan berjalan di area persawahan. Di sini gue udah expect banget bakal ada musuh aduhai, ternyata oh, ternyata, daku kecewa~
NB: Untuk sebuah film yang sepertinya sangat dibanggakan sama pembuatnya, penggarapan posternya payah. Nggak kreatif dan nggak variasi yang menarik. Kebanyakan malah berkesan murah.
Score: 6/10
3 Komentar
Glen, request review 300 rise of the empire dong~
BalasHapusOke, nanti yah. :)
HapusKayanya sengaja bos musuh yang hebatnya buat dipake di sequel nya nanti. ini mungkin pengenalan karakter
BalasHapusHalo, Sobat MovGeeks! Kalau kamu udah pernah atau pun belum menonton film ini, silakan sampaikan pendapatnya di kolom komentar, ya. Pergunakan bahasa yang sopan, tidak SARA atau mengandung pornografi. Dimohon juga untuk tidak meninggalkan link aktif, karena berpotensi SPAM.
Terima kasih ^__^)//
MovGeeks Team