header ads

Review Film TAROT (2015)

"Tarot (2015)" movie review by Kinudang BagaskoroBukan! Ini bukan film Tarot yang Filipina itu, ini Film Indonesia yang agak kontroversial mengingat adanya kemiripan karakter dengan Film Horor Thailand yang bertajuk Alone.

Hitmaker Studios dan Pak Jose Poernomo emang tidak perlu diragukan lagi dengan ciri khas mereka untuk pembuatan film, berusaha memoderenkan Indonesia, meluar-negerikan Indonesia, atau apalah itu, pun dalam film ini. Oh ya, ada baiknya kita baca dulu ringkasan ceritanya.

Dibuka dengan adegan romantis di taman bermain saat Tristan (Boy William) melamar Julie (Shandy Aulia) di salah satu wahana permainan. Saat ingin pulang, Julie mengajak Tristan untuk pergi ke tempat peramal yang meramal melalui media kartu tarot. Tak dinyana bahwa ramalan Madam Herlina (Sara Wijayanto) menunjukkan beberapa persitiwa muram yang menghalangi pernikahan mereka. Mulai dari kematian 2 orang teman Julie saat SMA, dan teror-teror mengerikan yang mendera kehidupan Julie saat terpaksa tinggal sendirian di rumah peninggalan orang tuanya.

Hitmaker Studios dan Pak Jose ternyata sudah berani untuk merobak citra perfilman Indonesia, bahkan tak tanggung-tanggung besarnya bagaimana mereka merombaknya. Terutama yang menjadi perhatian utama ialah Effect-nya atau CGI-nya yang mantep dan terasa ‘ngena’ banget. Halus dan ramah di mata penonton, di antaranya berhasil untuk membuat para penonton berteriak-teriak antara ketakutan dan rasa puas karena bisa ditakuti. Walaupun ada beberapa spot kecil yang membuat CGI-nya masih terlihat tempelan seperti yang kebanyakan kita lihat di televisi rumahan. Soundtrack-nya sendiri saya nilai masih terlalu berlebihan.

Pun dari sinematografi yang menurut saya mulai menyamai kualitas PH ternama itu, serta lokasi atau setting  yang emang saya nilai seperti ini: ‘niat banget ya?’. 

Dari ide cerita sih, Hitmaker dan Pak Jose selalu menawarkan perubahan dari beberapa sisi seperti eksekusi dan lain sebagainya, dan untuk para khalayak awam yang menilai bahwa TAROT menjiplak Alone, ada baiknya anda nonton film ini terlebih dahulu. Dan jika anda pengamat film, anda akan menemukan beberapa fakta menarik seperti ini:

Sekali lagi, Shandy harus terpaksa tinggal di rumah yang besar, sendirian, selama berhari-hari pula. Dan kegiatan ini telah ia lakukan dan film sebelumnya yang berjudul Rumah Gurita. Walaupun begitu, masih ada perubahan di bagian permasalahan yang dialami tokoh. Not so bad.

Adegan keluarnya darah dari dalam perut Julie mengingatkan kita padsa film Alone, but it’s okay, ini sebagai nilai tambah bagi saya ketika Film Indonesia mulai kekurangan darah dan harus restock darah untuk membuat film mereka lebih mengerikan and more bloody.


Riasan karakter dari hantunya yang bernama Sofia yang tidak lain dan tidak bukan ialah kembaran Julie mengingatkan kita pada seorang arwah pembantu yang tewas di tangan majikannya bernama Makin  di film Ladda Land (2011), masih ingat wajahnya? Yap, rusak sebelah. Tapi toh, memang Sofia sendiri dari lahir telah cacat muka, jadi logis juga, tidak terkesan seperti pak sutradara sembarang comot ini-itu. Bahkan bisa aja pak sutradara tidak tahu-menahu tentang film tersebut.

Saat Madam Herlina memerintahkan Tristan untuk melihat sesuatu yang salah pada diri Julie mengingatkan kita pada film horor Thailand lainnya yang berjudul Nang Nak dan parodinya yang paling terkenal: Pee Mak ... Phrakanong. Tapi toh, yang dipandang juga berbeda, adegan ini hanya terlalu mengingatkan saja.

Dan jumpscare di kamar mirip di film pendek yang bertajuk Light’s Out yang bisa anda temukan di situs kesayangan anda. Tunggu dulu! Jangan terburu-buru untuk mencaci-maki film mereka, lihat positifnya. Hitmaker Studios bersama sutradara telah mengemukakan hal baru yang mungkin tidak terpikirkan para sineas lainnya, mereka mencoba membuat film yang rangkaian ceritanya sendiri sudah lengkap saat di awal cerita, saat dimulainya pembacaan tarot. Pun mereka mencoba trik yang sama dilakukan oleh John R. Leonetti, yakni merangkai 2 cerita agar berjalan bersama, meski masih terkesan flashback-nya.

Jumpscare pun cukup membuat para penonton berteriak ketakutan, tertawa puas dan lain-lainnya. Adegan berdarah pun mampu membuat para penonton meringis, tapi satu-satunya yang saya puji adalah ide dari tim yang mencoba menceritakan sebuah peristiwa lewat serangkaian ramalan tarot yang memiliki kata kunci untuk menit-menit selanjutnya. Pun dari perkataan para tokoh yang mampu membuat anda menciptakan twist, bukan mereka, tapi kita yang akan menebak sekaligus terkejut dengan apa yang terjadi.

Yang saya tidak suka dari film ini ialah penambahan porsi untuk black comedy-nya, juga kurangnya pendekatan penonton terhadap anggota geng Julie. Ini serius, mungkin di adegan tersebut maksud Shandy Aulia dan maksud pak sutradara ingin menampilkan sesuatu seperti psikopat, tapi apadaya, ekspresinya tidak menunjang. Yang terjadi justru sebaliknya, saya ketawa, teman saya ketawa, satu bioskop ketawa. Sedang porsi untuk menceritakan geng Julie terlalu sedikit, agaknya durasi bisa tambah panjang lagi untuk menunjang alur serta kelogisan cerita.

Sedikit catatan untuk pak sutradara, agaknya harus mulai mengganti pemeran agar penonton tidak cepat bosan dan tidak mau terjadi hal seperti di atas. Setidaknya, pakailah aktris yang wajahnya bisa berperan sebagai sosok kalem tapi bisa terrifying di beberapa adegan yang dibutuhkan,

Setidaknya film ini bagus untuk anda tonton untuk mengisi waktu luang yang benar-benar luang dan santai, saat anda tidak memiliki pekerjaan apapun.


Memorable Quote:

Peramalnya udah pindah mas, katanya sih buka Tarot Online.
~pak satpam

Memorable Scene:

Saat mereka—Julie dan Tristan—dibanjiri pecahan kaca, sangat memuaskan.

Score: 3/5

Posting Komentar

0 Komentar