header ads

Review Film OUIJA: ORIGIN OF EVIL (2016)

OUIJA: ORIGIN OF EVIL (2016) movie review by Glen Tripollo
Udah cukup lama nggak bahas film horor. Sebetulnya sebelum film ini, gue udah nonton THE CONJURING 2 (2016), tapi entah kenapa gue masih agak males nulis review-nya, so maybe bakal gue review setelah gue nonton untuk yang kedua kalinya. Sementara kita fokus dulu sama film prequel dari OUIJA (2014) yang saat penayangannya dulu sempat heboh di kalangan dewasa muda. Seperti apakah pandangan gue untuk film yang satu ini? Yuk, simak review film OUIJA: ORIGIN OF EVIL (2016) ala gue berikut ini.

OUIJA: ORIGIN OF EVIL (2016) menceritakan asal-usul arwah penasaran Doris Zander yang muncul di film OUIJA (2014). Setting-nya kembali ke tahun 1965 di Los Angeles. Rumah yang dijadikan setting cerita, sama dengan rumah yang dipakai main Ouija sama para ABG di film pertamanya. Jadi, ternyata keluarga Zander yang hidup bertiga dalam satu rumah (karena sang ayah telah tiada) mempunyai cara untuk menghasilkan uang dengan cara yang terbilang unik. Sang ibu, Alice Zander (Elizabeth Reaser), membuka usaha jasa seperti meramal dan layanan ritual untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal. Tentu aja semuanya nggak asli, Alice udah menyiapkan beragam trik efektif untuk meyakinkan kliennya, dengan bantuan kedua anaknya, Lina Zander (Annalise Basso) dan Doris Zander (Lulu Wilson). Hingga pada suatu hari, Lina menyarankan penggunaan Ouija board sebagai alat baru bagi Alice dalam "melayani klien". Ouija board sendiri memiliki tiga peraturan khusus yang harus bisa dipatuhi sebelum mencoba memainkannya. Tanpa disadari oleh keluarga ini, ternyata mereka melanggar beberapa peraturan tersebut, membuat mereka terjebak dalam sebuah tragedi yang mengerikan. Lengkapnya tonton filmnya sendiri ya.

So much better than the first movie
Terlepas dari fenomenal atau nggaknya film ini, kalo dibandingin sama yang pertama jelas lebih fenomenal yang pertama, film ini ternyata punya cerita yang jauuuuuuhhh lebih baik ketimbang yang pertama. Di sini ada cerita yang menarik yang ditawarkan, ada drama di balik permasalahan keluarga, less illogical, more explaination, peralihan adegan dari yang satu ke yang lainnya begitu halus. Intinya, cerita lebih mengalir dan menarik banget untuk disimak perkembangannya. Film ini bukan tentang menampilkan kebodohan para remaja yang terlalu didorong rasa ingin tahu dan sok keren, tapi lebih kepada perjuangan seorang ibu yang tahu banget apa yang dilakukannya salah, namun terpaksa karena belum bisa menemukan jalan lain untuk menghidupi keluarganya.

Mike Flanagan menurut gue berhasil banget membawakan film horor ini, bukan hanya men-direct secara visual, tapi juga karena beliau penulis utama script untuk film ini, makin kagum deh gue sama beliau. Buat yang belum tau, Mike Flanagan ini yang sebelumnya menggarap film horor mind-blowing berjudul OCULUS (2014). Film ini memang nggak se-mind-blowing OCULUS, namun secara keseluruhan plot bener-bener matang dan tergarap dengan sangat baik. Sedikit banyak mengingatkan gue sama film THE EXORCIST yang mana asal mula kerasukannya pun gara-gara Ouija board. Tapi secara alur, jelas jauh banget bedanya.

Guys, this is Doris. Doris is a cute little girl

Penempatan jump scare yang sangat pas
Entah udah berapa banyak film horor yang gue tonton sebelum nonton film ini. Dan nyaris semuanya mengandalkan jump scare buat ngebikin penonton ngerasa kayak jantungan. Tekniknya macem-macem. Ada yang sekedar menggunakan perubahan fokus kamera secara cepat dan ada yang mengandalkan backsound serem nan ngagetin, ada juga yang menggunakan keduanya agar jump scare yang dihasilkan berlipat ganda, dan meningkatkan potensi penderita lemah jantung lemas atau bahkan pingsan. Gue pribadi lebih menghargai jump scare yang disajikan dengan mengandalkan teknik kamera, dibandingkan backsound yang ngagetin. Karena begini, kalo suatu adegan yang sebelumnya begitu sepi dan sunyi, tanpa backsound apapun, kemudian mendadak dikasih hentakan musik seram JENG JENG! siapa sih yang nggak kaget? Bukan serem, tapi kaget. Keduanya sama-sama memacu jantung untuk berdetak lebih cepat. Hanya saja yang mengandalkan backsound semata, itu bagi gue seperti main game pake cheat. Curang. Tapi nggak untuk film ini. Jump scare yang disajikan Mike Flanagan mengandalkan teknik kamera yang berubah fokus dengan rapi dan apik. Memang pasti tetep ada backsound-nya, namun gue nggak inget kalo film ini menggunakan backsound ngagetin seperti yang gue bilang tadi. So, bisa gue bilang dengan gamblang kalo film ini bikin jantung deg-degan bukan akibat kaget semata, tapi karena memang serem. Adegan serem dan cara sutradara mengeksekusinya dilakukan dengan sangat pas.

Satu adegan creepy yang halus banget disajikannya itu adegan pas Doris nonton TV sendirian. Fokus kamera ke TV, perlahan bergeser menelusuri ruang, sofa, hingga akhirnya menyorot Doris yang lagi trans dengan mata putih dan mulut nganga lebar. Hampir bikin gue loncat dari bangku bioskop.

Lupakan setan merah di INSIDIOUS, setan di sini item dan lebih nyeremin
Sorry kalo agak bandingin dengan film horor lain yang ternyata fenomenal juga dengan tokoh setannya. INSIDIOUS judulnya, begitu terkenal sampai-sampai karakter setannya pun banyak diperbincangkan dan nggak mudah dilupakan. Tapi ada satu hal vital yang gue rasakan, yaitu, ketika gue nonton film tersebut, pertama kali ngeliat setan merah itu ngagetin banget (bukan serem), and so after that, sepanjang jalan cerita, setan itu ada lagi dan ada lagi, makin berkurang seremnya alias jadi makin biasa aja. Film yang supposedly become more and more horrifying menjelang ending malah terasa kayak film fantasy adventure berbumbu action. Ini jelas mengecewakan.

Bagaimana dengan OUIJA: ORIGIN OF EVIL? Setan hitamnya muncul sekilas di cermin, tanpa backsound super ngeselin, dia cuma muncul di depan cermin, melakukan sesuatu pada Doris, which is CREEPY AS F***! And then, sekalipun udah tau wujud setan yang dihadapi, sampai akhir gue terus-menerus ngerasain kengerian yang serupa. Nggak kurang, nggak lebih, tapi konstan, rasa seram itu terus-terusan ada. Menurut gue seperti inilah seharusnya film horor. Hingga detik terakhir, masih menyajikan adegan yang mampu ngebikin kamu nahan napas dan pengen nutup mata.

This is Doris. When she's  sleepy (?)

Lulu Wilson pemeran Doris Zander adalah kunci
Di awal film, gue ngeliat akting anak ini agak kaku. Gue nggak tau bagaimana sang sutradara mengurutkan pengambilan gambar adegan, tapi gue ngerasa Lulu masih kaku di awal cerita, kayak belum terbiasa berada di depan kamera. Namun, semua berubah ketika film memasuki pertengahan cerita. Lulu Wilson berhasil dengan sangat baik menampilkan sosok anak kecil yang diam-diam kerasukan setan. Standing applause buat Lulu Wilson, karena jelas bisa jadi saingan berat Madison Wolfe yang berhasil menghidupkan karakter Janet Hodgson di film THE CONJURING 2 (2016). Adegan Doris Zander ketika trans dan berbisik-bisik cepat di telinga orang itu bikin kebayang-bayang terus hingga filmnya selesai. Lulu juga berhasil membuat hawa keberadaannya jadi serem cuma lewat tatapan matanya. This kid is gold, gue yakin ke depannya dia bisa mendalami karakter-karakter yang lebih kompleks lagi. Jadi kalo ditanya, apa sih kekuatan utama dari film ini? Jawabannya adalah Lulu Wilson.

By the way, kalo ngga ngeh, Lulu Wilson pernah main juga di film DELIVER US FROM EVIL (2014) dan bakalan main di film sequel ANNABELLE 2 (2017).

Selain beberapa hal yang gue sampaikan di atas, nuansa retro juga berhasil banget dihidupkan di sini. Gue baca artikel di sebuah situs berita film, kalo katanya ini adalah inisiatif Mike Flanagan yang melakukan editing hasil akhir film, yang mana dengan sengaja ia memberikan efek seperti film jadul untuk memperkuat nuansa edgy.

Well, kesimpulan yang bisa gue kasih adalah film ini merupakan film horor dengan kualitas yang tergolong sangat baik dari berbagai sisi. Walaupun dalam beberapa adegan ada yang terasa kurang logis, it's okay, that's really not a big deal. Untuk para orang tua, selain adegan seram di sini hampir ngga menampilkan adegan gore secara frontal, begitu pun dengan adegan lainnya, even kissing scene is nowhere in this movie. Jadi bisa dikatakan aman deh, selama anaknya berani. Hehe. Tapi, sebetulnya efek seram bakal jauh lebih kerasa kalo ditonton di bioskop. Not just this movie, hampir semua film horor lainnya juga begitu.

NB: Di dalem film, ada adegan yang menampakkan sebuah cermin dengan ornamen-ornamen kuno di bagian sisinya, ini adalah cermin yang sama dengan yang dipakai dalam film OCULUS (2014). Yep, just Mike Flanagan's signature I think~

Most memorable scene:
Adegan di mana Doris lagi bisik-bisikin kakaknya yang lagi bobo.

Score: 8/10

Posting Komentar

0 Komentar