header ads

Review Film JUPITER ASCENDING (2015)

"Jupiter Ascending (2015)" movie review by Glen Tripollo
Kalo ada yang kayak gue, ngira film ini merupakan adaptasi novel, berarti kita salah besar. Ternyata film ini merupakan karya original bin kreatif dari The Wachowski's yang juga menulis kisah "The Matrix Trilogy". Kebangkitan Hollywood, eh, di tengah-tengah krisis ide dan terus-menerus ngerilis film adaptasi? Whatever, pokoknya baca terus yak review film "Jupiter Ascending (2015)" ini.

"Jupiter Ascending" menceritakan tentang Jupiter Jones, seorang cewek yang menyedihkan. Dia terlahir di dalam sebuah kapal barang, di tengah-tengah samudra Atlantik, membuatnya nggak punya negara resmi dan jadi imigran gelap. Setelah gede, sama ibunya, bekerja sebagai pekerja bersih-bersih rumah dengan penghasilan pas-pasan. Tanpa diketahui olehnya, ternyata dia diincar sama makhluk-makhluk planet. Seorang Lycantant bernama Caine datang buat nyelametin dia. Selidik punya selidik, termyata Jupiter adalah reinkarnasi dari ratu jagat raya terdahulu yang mati karena dibunuh setelah belasan milenium kehidupnya. Sambil mencerna kenyataan dan kehidupannya yang bakal berubah 180 derajat, Jupiter bersama dengan Caine berjuang mencegah Balem, anak dari ratu jagat raya yang berambisi mengambil alih kekuasaan dari tangan Jupiter.

Tipikal cerita novel-novel fantasi yang di-mix sama sci-fi. Sebenernya film ini bisa jadi sangat menarik. Keunggulan utamanya terletak pada visual effect yang bersih dan mengagumkan. Terlebih adegan Caine melindungi Jupiter sambil terbang-terbang gitu di sela-sela bangunan tinggi kota besar menghindari tembakan kapal alien. Tapi, selain dari special effect tersebut, film ini standar dan kurang punya pondasi yang kuat. Seenggaknya sangat jauh di bawah kualitas film The Wachowski's yang dulu, "The Matrix".

Penggalian karakter yang kurang matang dan kurang natural
Nonton film ini secara keseluruhan bikin gue teringat sama film adaptasi novel yang berubah jadi sampah dan akhirnya nggak dilanjut lagi franchise-nya. Yep, "The Mortal Instrumets: City of Bones (2013)". Letak masalah film ini adalah pada screening time dan penentuan adegannya yang kurang pas. Jadinya banyak menyia-nyiakan durasi yang udah dua jam lebih dikit ini. Seriously, adegan kejar-kejarannya terlalu lama dan ngga ada suatu hal khusus yang mempengaruhi plot dari lamanya adegan berantem di udara itu. Dengan durasi yang bisa dipangkas, sebenernya bisa dialokasikan buat pendalaman karakter. Yang gue rasakan di sini adalah tiba-tiba begini dan tiba-tiba begitu, seolah Jupiter Jones nggak dikasih waktu sama sekali buat menjalani masa transisi dari orang biasa menjadi penguasa semesta.


Selanjutnya, entah kenapa Jupiter Jones ini jadi berkesan cewek penggoda yang gampang jatuh cinta. Belom-belom dia udah kode-kodean sama Caine kalo dia sebetulnya naksir sama makhluk planet berkuping lancip itu. So, unnatural! Sebegitu desperate-nya kah Jupiter sama kehidupannya sampe-sampe mudah mencintai alien yang bahkan belum dia tahu sama sekali asal-usulnya.

The plot is so boring.
Masih tentang "the chosen one" I think, which is too cliche nowadays. Di tengah-tengah konflik panas soal perebutan kekuasaan di jagat raya, dan masing-masing penjahatnya berpikir dengan membunuh Jupiter akan bisa menguasai dunia. Sebenernya nggak masalah mengangkat tema-tema yang mainstream, tapi tampaknya film ini masih kurang tergarap secara kreatif. Okelah universe-nya asik, berasa banget high-fantasy di sisi ini. Jujur aja, dua jam durasinya, baru sejam berjalan, gue langsung punya rasa was-was dan bertanya-tanya kapan film ini abis.


Struggling banget kayaknya bikin plot twist
I love twist! Tapi twist yang belok secara mulus, bukan yang terkesan dibuat-buat banget. Nyaris ketebak siapa maunya apa, dan siapa yang jahat. Nggak ada sama sekali shocking effect di sini sama ceritanya. Jadi yah datar. Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, kelebihan film ini memang hanya terletak di special effect.

Gue nonton ini tentu saja karena nama sang pencipta "The Matrix", tapi ngeliat yang satu ini, ekspektasi gue ke depan kayaknya bakal turun. Film ini punya ending yang mengindikasikan bisa saja dibuat sequel, berhubung dunia ini luas, dan bisa saja ada makhluk planet lain yang mau ngebunuh Jupiter. Tapi melihat filmnya aja udah sebegini mengecewakan, gue nggak optimis kalo film ini bakal dibuatin sequel.


Ada adegan di mana Jupiter diajak berkeliling sama Caine buat ngurus pendataan dirinya sebagai reinkarnasi ratu jagat raya dan memberinya sebuah tanda gelar khusus. Cara yang ribet, prosedurnya dipersulit, namun bisa dengan mudah didapat lewat sogokan. Pfft, ini bikin gue ngakak. Kalo pendataan dan pemberian gelar aja di sana bisa sedemikian mudahnya ketika duit berbicara, kenapa Balem dan orang-orang jahat lainnya repot-repot mau ngebunuh Jupiter segala yang awalnya jelas dia nggak tau apa-apa. Itu kalo pola pikirnya emang pure evil yah. Yep, inkonsistensi karakter sangat berasa di sini, ditambah sistem yang banyak bolongnya.

Gue sih nggak menyarankan nonton film ini, walau dalam beberapa sisi tetep bisa menghibur. Syukurlah Jupiter bukan tipe cewek menye-menye yang ini itu mesti ditolongin terus sama Caine. Oh ya, buat yang nonton di bioskop, siap-siap aja sama rasa tidak nyaman karena banyaknya adegan ciuman yang di-cut bersih tapi jelas banget dipotongnya. Damn it! -_-

Quote menarik justru datang di pembukaan cerita, ketika narator yang merupakan suara Jupiter sendiri menyatakan dengan gamblang kalau dirinya alien. Well, maksudnya memang "alien" sebagai kiasan, tapi tetep aja, cukup smart joke-nya.

Most innuendo dialogue:
Jupiter Jones: Are those flying boots?
Caine: They harness the force of gravity, redirecting it into differential equation slips so you can surf.
Jupiter Jones: Yeah, I heard "gravity" and "surf".
Caine: Up is hard, Down is easy.
Jupiter Jones: Thank you, wow!

IYKWIM~! :LOL

Score: 6/10

Posting Komentar

0 Komentar