header ads

Review Film VANISH (2015)

VANISH (2015) movie review by Glen Tripollo
Jujur, gue nonton film ini karena kayaknya aneh, bukan karena ada Danny Trejo di posternya. Judul film ini mungkin akan sedikit menipu berhubung maksudnya bukan vanish dalam hartian menghilang, tapi vanish yang ditulis begini (di IMDb) VANish, yang kalo diartikan jadi orang-orang yang menggunakan mobil Van. Ternyata bener, film ini emang ngga jauh setting-nya dari mobil van yang berkelana dari satu kota ke kota lain dengan satu tujuan.

"VANish" menceritakan tentang tiga orang cowok yang menculik seorang cewek. Cewek ini ternyata anak dari bos Kartel Meksiko, dan salah satu cowok pelaku penculikan punya dendam sama si Bos karena 3 bulan sebelumnya, ayah si cowok menjadi korban pembunuhan oleh si Bos gegara selingkuh sama istri si Bos. Complicated? No! Ini drama keju yang dibumbui adegan berdarah.

Kita punya Danny Trejo yang berperan sebagai ayah si korban, sekaligus juga bos Kartel Meksiko. Jangan mengharapkan apa-apa dari beliau ini, karena kita tahu Danny Trejo emang terkenal banyak main film, tapi sebagian besarnya adalah film berkualitas B. Di sini lebih parah sih. Muka dia cuma disetor di sepuluh menit terakhir. Dan "etis banget" yah, muka dia nampang di posternya. Hehe. Selain itu, yang menarik perhatian gue juga pemeran anak si Bos, yaitu Maiara Walsh, pemeran Kantmiss di film "The Starving Games (2013)". So, please jangan terlalu serius menanggapi film ini.

Absurd di segala sudut.
Dalam film ini bakal dikenalkan dua tokoh pelaku penculikan yang ternyata kakak-beradik lain nyokap. Ironi banget karena bokap mereka mati pas selingkuh sama istri si Bos Kartel. Terus anaknya ini berusaha bales dendam demi ayahnya yang tukang selingkuh. Shit men! Oke, mungkin ikatan batin ayah-anak yang memotivasi mereka, tapi please deh, menurut gue perjuangkanlah yang layak diperjuangkan, seolah gak ada satupun hal positif yang bisa dipetik dari film ini, kecuali peringatan buat sutradara lain untuk tidak membuat film sekacau ini. Di tengah-tengah misi mereka, mereka juga mengajak satu orang lagi tambahan yang begonya nggak ketulungan. Sebenernya semua tokohnya bego sih. Ngga ada yang bisa dikasih simpati. Si maniak gadget yang kayak psikopat cyber, satunya orang gila yang doyan minum, mikirnya pake dengkul, dan yang satunya ngaku mantan tentara tapi terlihat culun punya, gampang gugup, dan emosian. Adegan penculikannya pun berkesan dark comedy. Karena si korban penculikannya terlalu santai dan malah bisa dibilang "get along well" with her abductors. Pengen ngakak tapi miris. You know lah yah maksudnya.


Poor acting and characterization
Gue tau pemeran di film ini sebenernya nggak ada yang terkenal banget selain Danny Trejo dan police officer yang diperankan sama sang Candyman, Tony Todd.. Makanya gue bilang dengan akting yang standar itu, film ini masuk kategori kelas B. Yep, film yang ternyata cuma 14 hari digarap ini bener-bener sederhana. Udah kayak film indie yang diciptakan sama mahasiswa buat asyik-asyikan aja dengan tema gore tentu saja.

Karakterisasi setiap tokohnya agak inkonsisten. Kadang gini nanti gitu, nanti gini lagi, bikin gue bingung sebetulnya sifat asli masing-masing tokohnya tuh yang mana. Memang ada plot twist yang terjadi, tapi kerasa banget kalo si pembuat cerita ini maksain plotnya biar keliatan rumit. Akhirnya, yah, tetep aja ketebak total.

Adegan yang terlalu komikal
Yes, salah satu alasan sebuah film (walaupun fiksi) bisa sangat seru dinikmati adalah adegannya berasa believable. Believable yang diukur lewat latar belakang cerita dan setting dunianya. Film ini menggunakan setting yang normal, tapi karena terlalu komikal, jadinya berkesan lebay. Banyak adegan yang gue gak logis, begitu juga dengan adegan berdarah-darahnya.

Satu hal positif dari film ini, plot dasarnya sebenernya udah berpotensi jadi bagus, cuma karena budget yang terbatas, dan lagi film ini memang dimaksudkan untuk rilis dalam format VOD langsung ketimbang buat layar lebar, jadi yah, gue rasa udah cukup untuk bisa dinikmati. Tapi, jangan terlalu berharap banyak. Untuk masalah range usia penonton, tentu aja harus dijauhkan dari jangkauan penglihatan anak-anak. Karena film ini (meskipun no-sex-scene) tetep aja mengandung unsur gore yang lebay, bahasa yang luar biasa kasar, dan juga keterlibatan minuman keras dan narkoba yang khawatirnya bakal mendorong penonton di bawah umur jadi bangkit jiwa psycho-nya. #Plak. Intinya sih, silahkan tonton dengan resiko ditanggung sendiri. Yang jelas film ini bukanlah film yag bakal gue tonton berulang kali. Satu kali udah cukup. Malah mungkin lebih baik gak usah nonton daripada buang-buang waktu berharga kalian.

Score: 5/10

Posting Komentar

0 Komentar