header ads

Review Film THE GARDEN OF WORDS (2013)

"The Garden of Words (2013)" movie review by Wildan HarizThe Garden of Words” (“Kotonoha no Niwa”) adalah sebuah film anime berdurasi 46 menit yang dibuat oleh CoMix Wave Films. Film ber-genre drama ini disutradarai oleh Makoto Shinkai.

Sekilas tentang sang sutradara, sekaligus orang yang memegang beberapa peran penting di film ini. Nama Makoto Shinkai sendiri bukanlah nama yang asing dalam perfilman anime di Jepang. Makoto terkenal piawai dalam membuat cerita yang sangat berkesan pada filmnya. Salah satu karyanya yang terkenal sebelum menyutradarai The Garden of Words adalah film "5 Centimeters Per Second (2007)." Awal nonton film ini gue nggak tau kalau ini film besutan Makoto Shinkai. Tapi setelah liat credit-nya, gue langsung bergumam, "Oh pantesan..." Dan ternyata, di credit itu juga gue liat nama pengisi suara yang familier.

Ya. Pemilihan pengisi suara pun dilakukan secara hati-hati untuk film ini agar suaranya dapat mewakili karakter dengan baik. Miyu Irino dan Kana Hanazawa dipilih untuk memerankan dua karakter utama yang menjadi titk pusat cerita. Kalau kalian biasa denger suara Kana Hanazawa untuk karakter gadis manis yang lugu atau polos, karakter yang dia perankan kali ini sedikit berbeda. Emang sih, Kana Hanazawa terkenal serba bisa dalam ranah suara berbagai macam karakter wanita.

Begitu juga dari musiknya. Usut punya usut nih, lagu tema yang menjadi soundtrack-nya adalah aransemen ulang dari sebuah tembang klasik di Jepang berjudul "Rain". Lagu ini dibawakan oleh Motohiro Hirata. Sementara, Daisuke Kashiwa dipilih untuk menjadi komposer musik latarnya.

Film The Garden of Words menceritakan tentang hubungan unik yang terjadi antara seorang siswa dengan seorang wanita karir. Siswa yang dimaksud bernama Takao, pemuda berumur 15 tahun yang punya mimpi untuk menjadi seorang pembuat sepatu yang hebat. Di suatu pagi saat hujan, ia tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita bernama Yukino di sebuah tempat berteduh, di taman kota.


Awalnya Takao melihat Yukino hanya sebagai wanita berpakaian necis a la pekerja kantoran yang punya kebiasaan aneh. Yukino saat itu terlihat menenggak bir dan memakan cokelat. Takao yang sedang menggambar desain sepatu di sana cuma memperhatikan, dan berbicara sedikit dengan Yukino yang mengambilkan penghapusnya yang jatuh. Takao merasa pernah melihat Yukino sebelumnya entah di mana. Saat Yukino pergi dari tempat berteduh, ia melontarkan sebuah tanka (semacam puisi Jepang) yang aneh pada Takao.

 

Di suatu pagi yang lain, mereka berdua bertemu kembali. Mereka mulai banyak mengobrol. Sejak saat itu mereka menjadi lebih sering bertemu. Tanpa sadar Takao pun berdoa untuk hujan di pagi hari agar mereka berdua bisa bertemu. Namun musim panas mulai datang. Takao pun selang beberapa waktu sejak pertemuan mereka, akhirnya Takao mengetahui siapa Yukino sebenarnya.

 

Di bagian pembuka film, kita bakal disuguhi pemandangan-pemandangan menarik dan indah. Pemandangan itu adalah suasana hujan, yang kebanyakan berwarna hijau dan basah. Gue suka nuansa yang dibangun dari awal sampai adegan Takao ketemu Yukino. Sesudah itu barulah muncul logo judul film yang mungkin menandakan bahwa dari pertemuan itulah ceritanya berawal. Waktu adegan Yukino ngasih tanka ke Takao, ekspresi gue pas nonton pun mungkin sama dengan Takao. Bingung. Gue merasa asing sama istilah tanka. Jadi di bagian itu secara budaya kurang bisa gue pahami.

Bagaimanapun, kebingungan singkat itu nggak bikin gue berhenti nonton. Seiring Takao dan Yukino yang sering ketemu, kita bisa menonton pertemuan mereka dari sudut pandang kamera yang nggak biasa. Acapkali, kamera kayak ditaro di rerumputan atau tempat-tempat yang punya obyek yang menghalangi karakter. Tapi walaupun terhalangi, kenyamanan menonton pun nggak hilang, malah kerasa lebih bikin penasaran. Mungkin teknik sudut pandang ini bisa bikin penonton jadi kayak pengintip yang nggak sengaja liat adegan-adegannya. Kalau soal grafis, film anime ini punya kelebihan di shading-nya. Semuanya kerasa lebih nyata saat orang-orang atau benda bergerak. Gerak laju kereta di awal film contohnya. Gambar latar pun digambar oleh Makoto Shinkai sendiri berdasarkan foto-foto asli taman kota yang ada di Jepang. Nggak heran kalau hasilnya superb.

Nah, selain appealing dari segi visual, film ini juga sangat mengesankan karena menawarkan makna lebih dalam dari konsep inti ceritanya. Bahkan, ada simbolismenya juga. Saat diwawancarai, Makoto Shinkai mengaku inti ceritanya dikembangkan dari konsep awal cinta yang berkaitan dengan kesepian. Pekerjaan Takao sebagai pembuat sepatu juga bisa menggambarkan sebagai pekerjaan yang membantu orang untuk 'berjalan', menjalani kehidupan.

 

Peran musik yang adem pun sangat apik terselip di beberapa adegan film. Gue kagum sama adegan klimaksnya yang diikuti oleh lagu pengiring, yang pelan-pelan terus memuncak berbarengan dengan adegannya. Walaupun ada juga reviewer lain yang menyayangkan durasi film yang pendek, secara keseluruhan gue bisa bilang kalau film ini highly reccomended; bagus dari segi storyline, visual, voice acting, dan soundtrack.

Favorite scene: tentu adegan klimaks! Waktu Yukino lari ngejar Takao. Sementara pas udah kekejar, nada bicara Takao makin lama makin nyesek. Puncaknya nyesek banget, kayak pake bra kekecilan. Gue agak nggak tega denger suara tangisan Kana Hanazawa di akhir pembicaraan. Sampe gue kecilin volume suaranya.

Oh ya. Hampir lupa rating umur. Film ini aman kok. Nggak ada adegan seks atau kekerasan berlebihan kecuali kekerasan karena mengoyak hati penonton, hahaha. Tapi, saran gue sih, lebih cocok untuk antara penonton remaja sampai dewasa muda (young adult) yang sedang galau atau berniat move on.

Score: 9/10

Posting Komentar

0 Komentar