“The Garden of Words” (“Kotonoha no Niwa”) adalah sebuah film anime berdurasi 46 menit yang
dibuat oleh CoMix Wave Films. Film ber-genre
drama ini disutradarai oleh Makoto Shinkai.
Sekilas tentang sang sutradara, sekaligus orang yang memegang beberapa
peran penting di film ini. Nama Makoto Shinkai sendiri bukanlah nama yang asing
dalam perfilman anime di Jepang. Makoto terkenal piawai dalam membuat cerita
yang sangat berkesan pada filmnya. Salah satu karyanya yang terkenal sebelum
menyutradarai The Garden of Words adalah film "5 Centimeters Per Second (2007)." Awal nonton film ini gue nggak tau kalau ini film besutan Makoto Shinkai.
Tapi setelah liat credit-nya, gue
langsung bergumam, "Oh pantesan..." Dan ternyata, di credit itu juga gue liat nama
pengisi suara yang familier.
Ya. Pemilihan pengisi suara pun dilakukan secara hati-hati untuk film ini
agar suaranya dapat mewakili karakter dengan baik. Miyu Irino dan Kana Hanazawa
dipilih untuk memerankan dua karakter utama yang menjadi titk pusat cerita.
Kalau kalian biasa denger suara Kana Hanazawa untuk karakter gadis manis yang
lugu atau polos, karakter yang dia perankan kali ini sedikit berbeda. Emang
sih, Kana Hanazawa terkenal serba bisa dalam ranah suara berbagai macam
karakter wanita.
Begitu juga dari musiknya. Usut punya usut nih, lagu tema yang menjadi soundtrack-nya adalah aransemen ulang
dari sebuah tembang klasik di Jepang berjudul "Rain". Lagu ini
dibawakan oleh Motohiro Hirata. Sementara, Daisuke Kashiwa dipilih untuk
menjadi komposer musik latarnya.
Film The Garden of Words menceritakan tentang hubungan unik yang terjadi
antara seorang siswa dengan seorang wanita karir. Siswa yang dimaksud bernama
Takao, pemuda berumur 15 tahun yang punya mimpi untuk menjadi seorang pembuat
sepatu yang hebat. Di suatu pagi saat hujan, ia tidak sengaja bertemu dengan
seorang wanita bernama Yukino di sebuah tempat berteduh, di taman kota.
Awalnya Takao melihat Yukino hanya sebagai wanita berpakaian necis a la pekerja kantoran yang punya
kebiasaan aneh. Yukino saat itu terlihat menenggak bir dan memakan cokelat.
Takao yang sedang menggambar desain sepatu di sana cuma memperhatikan, dan
berbicara sedikit dengan Yukino yang mengambilkan penghapusnya yang jatuh.
Takao merasa pernah melihat Yukino sebelumnya entah di mana. Saat Yukino pergi
dari tempat berteduh, ia melontarkan sebuah tanka (semacam puisi Jepang) yang
aneh pada Takao.
Di suatu pagi yang lain, mereka berdua bertemu kembali. Mereka mulai
banyak mengobrol. Sejak saat itu mereka menjadi lebih sering bertemu. Tanpa
sadar Takao pun berdoa untuk hujan di pagi hari agar mereka berdua bisa
bertemu. Namun musim panas mulai datang. Takao pun selang beberapa waktu sejak
pertemuan mereka, akhirnya Takao mengetahui siapa Yukino sebenarnya.
Di bagian pembuka film, kita bakal disuguhi pemandangan-pemandangan
menarik dan indah. Pemandangan itu adalah suasana hujan, yang kebanyakan
berwarna hijau dan basah. Gue suka nuansa yang dibangun dari awal sampai adegan
Takao ketemu Yukino. Sesudah itu barulah muncul logo judul film yang mungkin
menandakan bahwa dari pertemuan itulah ceritanya berawal. Waktu adegan Yukino
ngasih tanka ke Takao, ekspresi gue pas nonton pun mungkin sama dengan Takao.
Bingung. Gue merasa asing sama istilah tanka. Jadi di bagian itu secara budaya
kurang bisa gue pahami.
Bagaimanapun, kebingungan singkat itu nggak bikin gue berhenti nonton.
Seiring Takao dan Yukino yang sering ketemu, kita bisa menonton pertemuan
mereka dari sudut pandang kamera yang nggak biasa. Acapkali, kamera kayak
ditaro di rerumputan atau tempat-tempat yang punya obyek yang menghalangi
karakter. Tapi walaupun terhalangi, kenyamanan menonton pun nggak hilang, malah
kerasa lebih bikin penasaran. Mungkin teknik sudut pandang ini bisa bikin penonton
jadi kayak pengintip yang nggak sengaja liat adegan-adegannya. Kalau soal grafis, film anime ini punya kelebihan di shading-nya.
Semuanya kerasa lebih nyata saat orang-orang atau benda bergerak. Gerak laju
kereta di awal film contohnya. Gambar latar pun digambar oleh Makoto Shinkai
sendiri berdasarkan foto-foto asli taman kota yang ada di Jepang. Nggak heran
kalau hasilnya superb.
Nah, selain appealing dari segi
visual, film ini juga sangat mengesankan karena menawarkan makna lebih dalam
dari konsep inti ceritanya. Bahkan, ada simbolismenya juga. Saat diwawancarai,
Makoto Shinkai mengaku inti ceritanya dikembangkan dari konsep awal cinta yang
berkaitan dengan kesepian. Pekerjaan Takao sebagai pembuat sepatu juga bisa
menggambarkan sebagai pekerjaan yang membantu orang untuk 'berjalan', menjalani
kehidupan.
Peran musik yang adem pun sangat apik terselip di beberapa adegan film.
Gue kagum sama adegan klimaksnya yang diikuti oleh lagu pengiring, yang
pelan-pelan terus memuncak berbarengan dengan adegannya. Walaupun ada juga reviewer lain yang menyayangkan durasi
film yang pendek, secara keseluruhan gue bisa bilang kalau film ini highly reccomended; bagus dari segi storyline, visual, voice acting, dan soundtrack.
Favorite scene: tentu adegan klimaks! Waktu
Yukino lari ngejar Takao. Sementara pas udah kekejar, nada bicara Takao makin
lama makin nyesek. Puncaknya nyesek banget, kayak pake bra kekecilan. Gue agak
nggak tega denger suara tangisan Kana Hanazawa di akhir pembicaraan. Sampe gue
kecilin volume suaranya.
Oh ya. Hampir lupa rating umur. Film ini aman kok. Nggak ada adegan seks
atau kekerasan berlebihan kecuali kekerasan karena mengoyak hati penonton,
hahaha. Tapi, saran gue sih, lebih cocok untuk antara penonton remaja
sampai dewasa muda (young adult) yang sedang galau atau berniat move on.
Score: 9/10
0 Komentar
Halo, Sobat MovGeeks! Kalau kamu udah pernah atau pun belum menonton film ini, silakan sampaikan pendapatnya di kolom komentar, ya. Pergunakan bahasa yang sopan, tidak SARA atau mengandung pornografi. Dimohon juga untuk tidak meninggalkan link aktif, karena berpotensi SPAM.
Terima kasih ^__^)//
MovGeeks Team