Review Film RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017)

RESIDENT EVIL: THE LAST CHAPTER (2017) movie review by Glen Tripollo
Setelah nonton film ini, kayaknya gue mesti nonton ulang serinya dari paling awal lagi gegara banyak poin-poin yang gue agak lupa. Tapi itu cuma sekedar rasa penasaran gue aja kok, nggak ada hubungannya dengan film ini. Gue cuma pengen nge-refresh kembali ingatan-ingatan gue soal film ini yang semula terpencar-pencar ngga lengkap. Jadi, kalo misalnya ada yang nanya, "Nonton film ini mesti nonton film terdahulunya dulu apa ngga sih, bro?" Jawabannya adalah A BIG NO. Kalian tetep bisa ngerti kok sama isi cerita film ini, ASALKAN kalian bener-bener buka mata, telinga, dan pikiran kalian untuk mencerna monolog Alice di bagian pembukaan film, karena doi menjelaskan segalanya dari awal secara singkat, padat, dan jelas. Bahkan, sebetulnya lewat monolog Alice tersebut, kita bisa langsung duga kok kira-kira filmnya kali ini bakal bercerita tentang apa.

Franchise film ini sebenarnya bikin gue kagum dan kecewa secara bersamaan, kagum karena baru ini aja film yang diadaptasi dari game bisa bertahan sampai enam bagian cerita dengan tokoh utama yang selalu sama. Sedangkan kecewanya karena gue ngerasa franchise ini kurang maksimal dalam proses penggarapan film-filmnya. Terus, apakah film yang katanya (kata judulnya) menjadi film penutup dari franchise RESIDENT EVIL ini berhasil membuktikan diri lebih baik dari film-film sebelumnya? Kalo pengen tau, yuk lanjutin baca review film RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017) ala gue berikut ini.

RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017), masih menceritakan petualangan dan perjuangan Alice (Milla Jovovich). Gue rasa ngga perlu gue bahas siapa Alice ini karena udah sangat ikonik terlebih di mata para penggemarnya. Alice ini mendapatkan kontak langsung dari Artificial Inteligence bernama Red Queen yang mengatakan bahwa dirinya memiliki waktu 48 jam untuk kembali ke Umbrella Corporation (tempat dahulu kala Alice bekerja dan tempat di mana T-Virus dibuat). Red Queen mengatakan soal cure atau antivirus yang tersimpan di Hive, bagian paling bawah dan pusat kontrol Umbrella yang masih dijaga oleh Wesker (Shawn Roberts). Alice harus segera mengambilnya dan menyebarkannya di udara bebas agar seluruh T-Virus di dunia bisa ternetralisir sehingga sisa umat manusia di dunia yang hanya tinggal empat ribuan jumlahnya bisa selamat dan memulai kehidupan yang baru. Selanjutnya seperti yang kita duga, perjalanan kembali ke Umbrella Corporation di Raccoon City bukanlah perjalanan yang mudah. Alice harus berhadapan dengan orang-orang Umbrella, para zombie dan monster-monster hasil mutasi, dan juga jebakan demi jebakan yang dipersiapkan Wesker. Untuk itu, Alice ngga bisa sendirian, dia butuh bantuan beberapa orang teman yang tak sengaja bertemu dengannya di tengah-tengah perjalanan, seperti Razor (Fraser James), Abigail (Ruby Rose), Christian (William Levy), Doc (Eoin Macken) dan pacarnya yang ternyata sahabat lama Alice, Claire Redfield (Ali Larter). Berhasilkah mereka melewati perjalanan penuh bahaya tersebut?

Let's start with the title
Sejauh ini, kita udah disuguhkan enam film dengan urutan sebagai berikut: RESIDENT EVIL (2002), RESIDENT EVIL: APOCALYPSE (2004), RESIDENT EVIL: EXTINCTION (2007), RESIDENT EVIL: AFTERLIFE (2010), RESIDENT EVIL: RETRIBUTION (2012), dan akhirnya RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017). Subjudul yang dipilih untuk seri terakhir franchise ini bisa dibilang terlalu obvious and a lil bit cheesy. Saat seri-seri sebelumnya menggunakan subjudul yang hanya terdiri dari satu kata saja, kini menggunakan subjudul agak panjang dan sebetulnya gue pribadi mengartikannya agak beda. RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017) seolah ditujukan untuk meyakinkan para penonton (yang khawatirnya sudah mulai bosan dengan perjalanan panjang Alice) bahwa kali ini filmnya benar-benar yang terakhir. Karena excuse tersebut, maybe jadi membangkitkan semangat penonton untuk menonton film ini sambil berharap bahwa ini benar-benar film terakhir. Lalu melakukan gambling dengan menyajikan isi cerita yang (semoga saja) bisa menarik hati penonton dan mendorong animo segar agar dibuat film selanjutnya. Well, ini cuma apa yang gue pribadi rasakan sih, tentu aja gue berharap pihak produksi bener-bener memegang teguh pernyataan THE FINAL CHAPTER yang dilekatkan pada film franchise ini. Karena to be honest, gue termasuk salah satu penonton yang lelah dengan series ini. Sama lelahnya dengan franchise FAST & FURIOUS yang bermula dari kisah tentang balapan liar menjadi film aksi khas agen rahasia menghadapi kriminalitas tingkat internasional. Ah, by the way gue sempet ngintip di IMDb kalau working title untuk film ke-6 ini tadinya mau pake subjudul "Rising" atau "Insurgence", untunglah nggak jadi.

For the last adventure we have mainstream thriller plotline
Terbilang cukup lama untuk sebuah franchise menghasilkan sequel dalam jeda waktu 4 tahun. Mestinya sih dengan jangka waktu yang panjang tersebut, setidaknya bisa menghasilkan sequel yang jauh lebih berkualitas dan tergarap dengan rapi. Nah, sayangnya gue yang udah menantikan film ini empat tahun lamanya mesti kecewa, karena cerita penutupnya bener-bener back to basic. Maksudnya balik lagi ke basic film-film thriller mainstream pada umumnya. Nothing's fresh here. Sekelompok jagoan berpetualang, kemudian menghadapi rintangan dan harus mati satu per satu hingga akhirnya hanya menyisakan si tokoh utama dan (kalau beruntung) seorang tokoh pembantu utama.


Alice yang sudah bertahun-tahun lamanya berkelana pada akhirnya seperti dikasih cheat sama Red Queen. Langsung dikasih tau kalau jawaban dari perjuangannya selama ini ada di tempat di mana semua konfliknya bermula. Terus Alice dikasih waktu untuk menyelesaikan quest dadakan tersebut, dengan teman-teman yang entah gunanya apa ikut pergi bareng sama Alice. Sejauh yang gue liat, selain adegan pertama ketika berperang melawan ribuan zombie, teman-teman Alice yang ikut pergi ke Hive nyaris ngga ada gunanya. Alih-alih ngebantuin, malah Alice yang berkali-kali mesti menyelamatkan mereka. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Intinya sih, Alice jadi kayak babysitter mereka dan cuma dibikin repot sama sekelompok orang sok pahlawan. Sorry to say, karena hal ini gue sama sekali ngga merasakan simpati pada siapapun korban di film ini.

Yang bikin gue gregetan adalah aksi Wesker yang sebetulnya berniat membunuh Alice tapi entah kenapa ditunda-tunda terus, dan jadi ajang main game yang tantangannya makin mendekati boss level makin berat. Jadi dari segi cerita yang memang obviously mau menekankan unsur aksi keren dan menunjukkan kehebatan Alice dalam menghadapi segala rintangan, malah ngasih kesan plotline yang bodoh. Rule of cool berkali-kali disematkan tanpa memikirkan kelogisan cerita. So, menurut gue, untuk sebuah franchise bersambungan yang memakan waktu cukup panjang, kesimpulan akhirnya malah terkesan antiklimaks dan ala kadarnya. Sangat mudah ditebak dan too much plotholes. Ada beberapa momen yang bikin gue berdecak kesel, karena gregetan sama karakter-karakternya (terutama musuhnya) yang ngga jelas maunya apa.

Too much unnecessary jumpscare and poor camera work
Yes, film ini nyaris dipenuhin sama jumpscare. Dikit-dikit jumpscare, dikit-dikit jumpscare, kalo orang jantungan mungkin bisa megap-megap diserang ledakan sound bertubi-tubi. Alur cerita cepat dengan beberapa adegan dilakukan di tempat gelap, ditambah backsound yang tiba-tiba berubah kalem. Shit, jumpscare ahead! Cover your ears before the sound's explode! Kelebihannya sih untuk beberapa adegan, horror-nya lumayan dapet.

Untuk cinematography-nya sendiri sebetulnya bisa dibilang bagus pada awal-awal film atau ketika dalam kondisi biasa-biasa aja tanpa konflik berlangsung. Tapi semua berubah ketika adegan aksi dimulai. Kamera jadi shaky abis, sorotan sepotong demi sepotong berkelebat cepat, beneran deh, banyak adegan aksi yang seru cuma gara-gara lawannya serem, backsound menderu-deru, tapi gue ngga jelas sebenernya apa yang lagi Alice lakuin terhadap lawannya tersebut. Dipukul kah? Nendang kah? Atau gimana? Kameranya terlalu cepat berpindah-pindah fokus sorotan. So, selain ngga aman buat yang jantungan, ternyata bisa juga berpotensi bikin orang mengalami tremor akibat sorotan kameranya. Sepele emang, tapi harap berhati-hati.


Poorly made CGI
Ada adegan di mana Alice harus naik semacam lift yang membawanya turun hingga ke lantai dasar. Di sepanjang perjalanan tersebut, terlihatlah begitu banyak lantai demi lantai yang dia lalui sebagai background. Dan sayangnya CGI yang dipakai di bagian ini terasa sangat menyebalkan. Keliatan banget kalau itu computer generated dan nggak nge-blend dengan baik sama karakter-karakter yang berada di sana. Sayang banget, padahal penggambaram hancurnya kota dengan menggunakan CGI terasa real banget, tapi kekaguman gue sama bidang ini cuma bertahan hingga akhirya gue nemu adegan yang barusan gue sebutin.

Ada sedikit goofs yang obvious banget, saat Alice bertarung di dalam lorong laser. Sebelumnya salah satu dinding udah pecah, tapi dalam beberapa menit sorotan selanjutnya, pecahan itu ilang, dan kemudian ada lagi saat pertarungan di sana selesai.

Film ini memakai durasi sekitar 108 menit, waktu yang tidak terlalu panjang untuk genre aksi, bahkan gue yakin film ini butuh durasi yang agak panjang supaya bisa menyingkirkan beberapa adegan yang kelewat ngga penting dan buang-buang waktu sekaligus juga memperdalam lagi karakter-karakter yang terlibat di dalam cerita.

Oh ya, walaupun sebetulnya gue agak nggak suka dengan keseluruhan film ini, tetep ada kok beberapa element of excitements yang bisa diharapkan. Kalau mencari hiburan ringan dengan sedikit nuansa horor mengejutkan dan aksi mengagumkan dari seorang cewek cantik, maka film ini adalah pilihannya. Setidaknya film ini masih jauh lebih bisa dinikmati ketimbang XXX: RETURN OF XANDER CAGE (2017) karena setidaknya masih ada ciri khas RESIDENT EVIL dan didukung oleh skenario yang ngga terlalu cheesy dan akting Milla Jovovich yang masih jauh lebih baik daripada Vin Diesel. Plot twist yang dicoba disajikan di film ini lumayan mengejutkan kok, walau pada akhirnya gue ngerasa aneh juga sih.

Milla Jovovich di sini, nggak bisa gue pungkiri, udah menjadi unsur terkuat yang membuat film ini menjadi enjoyable. She's hotter now and more badass. Salah satu dari dua yang jadi alasan gue masih bertahan nonton sampe selesai. Nah, untuk ceritanya sendiri, terlepas dari apakah happy ending or sad ending, gue cuma bisa bilang kalo ending-nya adalah open ending yang masih bisa memunculkan banyak dugaan, apakah benar ini Final Chapter, atau sekedar tipuan untuk membangkitkan animo masyarakat terhadap film ini dan kemudian muncul kelanjutannya dari antah-berantah.

Nah, berhubung sekarang makin banyak artis Korea yang terlibat dalam film Hollywood, just wanna say that Lee Joon Gi cuma tampil sebentar. Walau gitu masih sempet adu jotos sama Alice sih, tapi ya gitu deh, cuma gitu aja. Haha.

So, that's it. Enjoy the ride, enjoy the twist, dan nikmati petualangan mainstream-nya yang dibalut banyak elemen jumpscare. Kalau ditanya worth gak sih nonton ini? Gue bakal bilang, not really, but if love Resident Evil, atau udah kepalang nonton franchise-nya, ya ngga ada salahnya deh buat nikmatin one last ride dari Milla Jovovich. Serius, lumayan kok cuci mata. Plak!

NB: Alice itu jagoan yang sangat beruntung. Bagaimana seekor monster terbang menyerang dia dengan banyak tentakel-tentakel aneh di dalem mobil, tapi ngga ada satupun yang kena sasaran. Kan geblek banget dilindungin sutradaranya. Monsternya creepy by the way. Terus kalo kalian memutuskan untuk nonton versi 3D, mungkin elemen jumpscare-nya bakal dua kali lipat lebih berasa, tapi sayangnya ya efek pusing akibat gaya pengambilan gambarnya juga bakalan berlipat.

Score: 7/10

Review Film RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017) Review Film RESIDENT EVIL: THE FINAL CHAPTER (2017) Reviewed by Glen Tripollo on 08.41 Rating: 5

5 komentar:

  1. saya nonton yg 3d nya, tp ga terlalu kerasa efek 3dnya. tp secara cerita, menurut sy bagus, krn menjelaskan pertanyaan dr seri2 sblmnya. tp memang alice bener2 super kuat, tp memang ini sih alesan sy nonton ini. pgn liat aksi super keren Alice dan setelah liat filmnya, sy puas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, kalo soal menjelaskan jawaban atas pertanyaan di seri-seri sebelumnya sih oke ya. Tapi cara penyampaian cerita, alias plotline dari awal film sampe akhir, rasanya mainstream film-film thriller petualangan banget, dan agak konyol aja rasanya. Beberapa bagian sangat unbelievable dan kurang logis bahkan kalo dipikirkan lewat sudut pandang dunianya RE.

      Hapus
  2. Akhir di seri sebelumnya ( Retribution ) itukan ada ada wong leon bahkan si wesker juga, kok difinal chapter ceritanya agak loncat gitu ya? googling sana sini ga dapet jawabannya apa ane yang kelewat gitu yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya memang ceritanya loncat. Jadi seperti yang dibilang Wesker pas Alice masuk ke Umbrella Corp: Dia, Wong, Leon, dan lain-lain itu sebetulnya dijebak di White House untuk mati. Wesker ngga nyangka kalo Alice masih bertahan hidup. Berarti yang lain udah pada mati pas di sana.

      Hapus
  3. menurutku franchise Resident Evil Ini Harus dibuat ulang dengan menghadirkan tokoh utama yang beneran real lah dari game nya, jill valentine, claire, ada wong, Leon, dll. klo mesti ganti2 tokoh utama di setiap sequel gak masalah.

    BalasHapus

Halo, Sobat MovGeeks! Kalau kamu udah pernah atau pun belum menonton film ini, silakan sampaikan pendapatnya di kolom komentar, ya. Pergunakan bahasa yang sopan, tidak SARA atau mengandung pornografi. Dimohon juga untuk tidak meninggalkan link aktif, karena berpotensi SPAM.

Terima kasih ^__^)//

MovGeeks Team

Diberdayakan oleh Blogger.